Mesteri Laut yang belum terkuat dan mengesankan

Jumat, 22 April 2011

Terumbu Karang


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Kehidupan di laut sama seperti di daratan, tumbuh-tumbuhan merupakan produsen yang sesungguhnya, artinya biota ini mampu membuat zat-zat organik yang majemuk dari senyawa-senyawa anorganik yang sederhana yang terlarut dalam air. Tanpa tumbuh-tumbuhan laut sebagai penghasil makanan primer, perkembangan kehidupan hewan laut umumnya tidak akan mungkin berjalan. Tumbuhan tingkat tinggi tersebut sering disebut lamun (sea grass), sedangkan untuk tumbuhan tingkat rendah disebut rumput laut (sea weed). Tumbuhan yang hidup di daerah pantai yang berlumpur biasanya adalah bakau (mangrove).
Hutan mangrove adalah suatu komunitas yang terdiri dari tumbuhan mangrove yang hidup di daerah pasang surut atau intertidal yang berbatasan dengan wilayah darat di sebelahnya. Mangrove mempunyai adaptasi yang khas, karena merupakan tumbuhan yang hidup di daerah peralihan antara darat dan laut. Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia. Areal hutan mangrove yang luas antara lain terdapat di pesisir timur Sumatra, pesisir Kalimantan dan pesisir selatan Irian Jaya. Hutan mangrove di Jawa telah banyak yang mengalami kerusakan atau telah hilang sama sekali karena ulah manusia. Tetapi di Irian Jayater dapat hutan mangrove yang sangat luas, 2,94 juta ha, atau 69% dari seluruh hutan mangrove di Indonesia dan masih banyak merupakan hutan asli yang belum terganggu (Nybakken,J.W. 1988)
            Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan  adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut  Nybakken (1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan  lingkungan laut dengan produktifitas tinggi (Nybakken,J.W. 1988.. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga fotosintesis  dengan Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacammacam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora (Nybakken,J.W. 1988).
            Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem perairan dangkal yang memegang peranan penting sebagai habitat dan tempat berlindung berbagai organisme laut. Secara fisik ekosistem terumbu karang juga memainkan peranan yang penting sebagai pelindung garis pantai. Selain itu keindahan terumbu dan penghuninya menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia. Mengingat hal tersebut diatas, penting bagi kita untuk lebih memahami karang itu sendiri serta komponen – komponen biatik dan abiotik yang terdapat dalam ekosistem terumbu karang, sehingga kita dapat lebih mudah untuk memahami perbedaan komponen ekologi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang dengan wilayah pesisir pantai dan perairan litoral (intertidal) (Nybakken,J.W. 1988).
1.2.  Tujuan
1.2.1  Karang
Agar mahasiswa dapat mengamati dan mengidentifikasi komponen – komponen ekologi yang terdapat dalam ekosistem terumbu karang.
Agar mahasiswa dapat mengetahui,  menguasai dan menerapkan teknik line transek pada  terumbu karang.
Agar mahasiswa dapat mengetahui  jenis karang apa yang terdapat dalam kawasan tersebut
Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan   ekosistem  hutan mangrove, padang lamun , terumbu karang. 
1.3 Kegunaan
            Dalam laporan resmi praktikum ekologi laut  ini setidaknya dapat digunakan dalam acuan laporan  praktikum selanjutnya. Sehingga dalam laporan praktikum mendatang  lebih baik dari sebelumny






BAB II
                                                            TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Karang
2.3.1  Pengertian  Terumbu Karang
            Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria =  Sleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Meskipun karang ditemukan di seluruh lautn di dunia, baik di perairan kutub ataupun di perairan ugahari, seperti halnya daerah tropik, terumbu karang hanya berkembang di daerah tropik. Hal ini disebabkan karena adanya dua kelompok karang yang berbeda, yang satu dinamakan hermatipik  dan yang lain ahermatipik. (Nybakken, 1992)
            Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatipik tidak/ Karang ahermatipik tersebar di seluruh dunia , tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan  yang mencolok antara kedua karang ini adala bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis yang dinamakan zooxanthellae  (Nybakken, 1992)
2.3.2 Penyebaran Terumbu Karang dan Faktor-faktor Pembatas
            Karang hermatipik dapat bertahan selama beberapa waktu pada suhu sedikit di bawah 20 derajat celcius; akan tetapi , seperti yang di catat oleh Wells (1957) dala Nybakken (1992), tidak ada terumbu yan gberkembang pada suhu minimum tahunan di bawah 18 drejat celcius. Perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23 – 25 derajat celcius. Terumbu karang dapat mentoleransi suhu kira-kira 36 – 40 derajat celcius. (Nybakken, 1992)
            Faktor pembatas karang antara lain yaitu, Kedalaman. Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50 – 70 m. Kebanyakan terumbu tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang. Cahay, harus cukup tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Titik kompensasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman di mana intensitas cahaya berkurang samapai 15 - 20 persen dari intensitas permukaan. Salinitas, Karang hermatipik adalah organisme lautan sejati dan tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut normal (32 – 35 0/00).  Pengendapan, baik di dalam air atau di atas karang berpengaruh negatif terhadap karang. Kebanyakan karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan endapan yang berat, menutupinya dan menyumbat struktur pemberian makananya. (Nybakken, 1992)
2.3.3.  Struktur Karang
            Karena anggota-anggota terumbu karang  yang dominan adalah karang, maka perlu dimengerti sedikit mengenai anatominya. Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai bermacam-macam bentuk seperti ubur-ubur, hydroid, Hydra air tawar, dan anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota klas yang sama Anthozoa. Perbedaan utama adalah karang menghasilkan kerangke luar dai kalsium karbonat sedangkan anemon tidak. (Nybakken, 1992).

2.3.4 Tipe-tipe Terumbu
            Umumnya mereka dikelompokkan menjadi tiga kategori: Atoll, terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu tepi (fringing reef). Atol mudah dikenal karena merupakan terumbu yang berbentuk cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. (Nybakken, 1992).

2. 3.5  Penyebaran Karang dan Zonasi Terumbu
Jumlah spesies dan genera karang terumbu yang terbesar berada di daerah Indo-Pasifik, termasuk di dalamnya kepulauan Filipina, Kepulauan Indonesia, Nugini dan bagian utara Australia. Dalam daerah ini, Crossland (1952) dan Wells (1954) mencatat 50 negara dan beberapa ratus spesies. (Nybakken, 1992)
Dimulai dari sisi yang menghadap ke arah datangnya angin (windward). Zona pertama terumbu karang adalah lereng terluar yan gmenghadap ke laut (outer seaward slope), zona susuk dan parit (apur and groove) atau zona penopang, dan zona dataran terumbu yang sangat dangkal, dan berakhir di daerah pantai yang menghadap ke laut. (Nybakken, 1992)
2.3.6.  Bencana Kematian dan Pemulihan Terumbu Karang
            Mungkin sumber terbesar dari kematian terumbu masif antara lain perusakan mekanik oleh badai tropik yang hebat, dimana topan atau angin puyuh yang kuat ketika melalui suatu daerah terumbu sering merusak daerah yang luas di terumbu. Ledakan populasi Acanthaster Plancii, serta Kegiatan mausia secara langsung. (Nybakken, 1992).
2.3 .7Cara perbaikan terumbu karang dengan Transplantasi Terumbu Karang
Prinsip transplantasi terumbu karang adalah memotong cabang karang dari karang hidup, lalu ditanam pada terumbu karang yang mengalami kerusakan atau pada substrat buatan. Teknik ini diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang yang baru . http://www.coremap-pangkep.or.id
 Metode transplantasi karang ada dua yaitu, metode substrat dasar dan metode akresi mineral yang memberikan tingkat keberhasilan berbeda dalam rehabilitasi terumbu karang. Keberhasilan kedua metode ini perlu dikaji guna mencari alternatif metode yang tepat untuk rehabilitasi ekosistem terumbu karang, terutama di Kepulauan Seribu, karena kerusakan ekosistem terumbu karangnya tertinggi di Indonesia. Apabila tidak segera diatasi dikhawatirkan akam menurunkan produksi perikanan terutama di Laut Jawa dan Selat Malaka . http://www.coremap-pangkep.or.id
Teknik transplantasi karang yang pertama kali diujicobakan di Indonesia ialah teknik transplantasi dengan metode substrat dasar. Metode ini merupakan metode transplantasi karang dengan pembuatan substrat dari bahan-bahan yang disesuaikan dengan dasar perairan di habitat karang alami. Hal ini dimaksudkan agar karang yang ditransplantasikan mudah melekat pada substrat tersebut. http://www.coremap-pangkep.or.i
Beberapa bahan substrat yang telah dicoba adalah beton, semen, keramik, dan gerabah. Karang yang akan ditransplantasikan diambil dengan cara memotong fragmen karang donor kurang lebih sepanjang 5 cm. Karang yang telah dipotong diikatkan pada substrat dengan menggunakan cable tie. http://www.coremap-pangkep.or.id
Substrat yang telah diikatkan pada karang diletakkan di atas kerangka besi yang dilapisi jaring untuk memudahkan pengikatan substrat, dan untuk mencegah agar substrat tidak lepas. Rangkaian substrat, karang dan kerangka besi diletakkan di dasar laut pada kedalaman 5 m, ditempatkan sepanjang tali nilon yang telah dipancangkan. http://www.coremap-pangkep.or.id
Metode akresi mineral pertama kali dikembangkan oleh W. Hilbertz pada tahun 1977. Metode ini merupakan teknik transplantasi karang dengan pembentukan substrat dari pengendapan mineral Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang terdapat pada air laut pada struktur baja melalui proses elektrolisis. Proses ini diawali saat arus listrik yang dialirkan melalui sumber listrik mengakibatkan mineral kalsium dan magnesium mengendap dengan cepat pada katoda, sedangkan gas khlor dan oksigen meningkat di sekitar anoda. Material yang terbentuk terdiri dari sebagian substrat kalsium karbonat dan bahan kimia lainnya menyerupai substrat ataupun endapan yang dihasilkan karang http://www.sinarharapan.co.id.
Bahan yang digunakan sebagai katoda adalah baja dan struktur baja tersebut dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Bentuk kubah merupakan uji coba metode akresi mineral yang dilakukan di Bali. Sedangkan bahan yang dapat digunakan sebagai anoda adalah plat baja, karbon, grafit dan titanium. http://www.sinarharapan.co.id
Dalam metode ini, arus listrik dengan tegangan rendah (3,5 volt dan 2 Amp/m2) dialirkan melalui struktur baja tempat karang transplan diletakkan. Listrik yang mengalir pada katoda dan anoda akan bereaksi dengan air laut dalam kondisi dan tipe reaksi yang berbeda. http://www.sinarharapan.co.id
2.3.8 Aliran energi pada karang
Pada umumnya, secara alami terumbu karang akan mengeluarkan energi metabolisme untuk menciptakan kondisi pH yang tinggi, untuk pertumbuhan skeleton. Tapi, dengan metode akresi mineral ini kondisi tersebut akan tercipta secara tidak langsung dan energi yang dimiliki dapat dialihkan pada pertumbuhan, reproduksi, dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Metode ini terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan terumbu karang 3-5 kali lebih cepat dari keadaan normal. Pada kasus tertentu bahkan dapat 10 kali lebih cepat. http://www.sinarharapan.co.id
Hasil analisis menunjukkan, tingkat kelangsungan hidup karang jenis Acropora sp. pada metode akresi mineral berkisar 85-97%, dengan pertumbuhan panjang 10 cm dalam tiga bulan. Hasil ini lebih baik dari metode substrat dasar yang berkisar 33,3%-100%, dan pertumbuhan panjang 4,89 cm dalam lima bulan. http://www.sinarharapan.co.id
Pertumbuhan karang yang cepat pada metode akresi mineral menyebabkan terumbu dapat terbentuk lebih cepat pula, sehingga menghasilkan asosiasi dengan biota laut lain yang lebih beranekaragam. Hal inilah yang menunjukkan pentingnya peran terumbu karang bagi kehidupan ikan http://www.tempointeraktif.com


BAB III
MATERI DAN METODE

1.1  Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal      : Sabtu - Minggu , 19 -20 Desember 2009
Waktu                  :  07.00 Wib – Selesai
                  Tempat                  : Laboratoium biotic , kampus Ilmu Kelautan, Teluk                             Awur, Jepara 
1.2  Alat dan Bahan
            Karang
a.       Roll meter
b.      Snorkle dan masker
c.       Plastik
d.      Sabak
e.       Alat tulis
1.2.1 Bahan
                        a .Buku identifikasi Karang
                        b.  Buku identifikasi Organisme laut dan estuary
                        c. Data sheet


1.3  Materi
            Materi dalam praktikum ini meliputi identifikasi Ekosistem Coral. Untuk identifikasi ekosistem coral parameter yang diukur adalah spesies coral dan biota indikator yang dilalui transek garis.


1.4   Cara Kerja

1.4.1 Karang
Cara kerja  :
1.      Transek dilakukan di perairan Ujung Piring Jepara dengan penentuan koordinat yang terdapat karang dengan  GPS
2.      Di buat transek dengan menggunakan rool meter dari arah garis pantai menuju ke perairan terumbu karang dengan jarak 50 m. dan pada ujung tali diberi pelampung sebagai tanda transek awal dan akhir.
3.      Di lakukan pengamatan dan pendataan jenis terumbu karang  dengan metode LIT . Dari titik 0 –50 m pada tiap cm jika terdapat perubahan tipe substrat dan jenis  biota yang menempatinya.
4.      Dalam pelaksanaan dilakukan dengan hati - hati sehingga ikannya tidak pergi dan jtidak membuat keruh perairan sehingga hasilnya yang didapatkan data yang baik dan mendekati kebenaran


4.2 Pembahasan
4.2.1 Karang

Pada praktikum Ekologi Laut khususnya praktikum mengenai terumbu karang yang dilakukan di Perairan Ujung Piring  dilakukan sampling dengan  metode transek garis yaitu dengan membentangkan meteran sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai pada kedalaman kurang lebih 1 meter. Setelah garis 50 meter dibentangkan maka masing – masing kelompok mulai mengidentifikasi dan mencatat life form masing – masing karang yang dilewati oleh transek garis dimana satu kelompok hanya mengidentifikasi dan mencatat life form masing – masing karang untuk jarak sepanjang 50 meter.
Setelah masing – masing kelompok mendapatkan data life form masing – masing karang untuk jarak per Cm  maka masing – masing kelompok tersebut harus mengumpulkan data life form karang secara keseluruhan sepanjang 50 meter untuk  kemudian data tersebut diolah sehingga diperoleh prosentase penutupan karang di Perairan Ujung Piring  dan perbandingan antara prosentase Acropora dan Non-Acropora serta dapat diketahui kondisi perairan di Perairan Ujung Piring.
Dari hasil pengolahan data terumbu karang diketahui bahwa di Perairan Ujung Piring  terdapat beberapa life form karang antara lain :
Ø  ACB                      : Acropora Branching
Ø  CB                         : Coral Branching
Ø  CM                        : Coral Massive
Ø  CSM                      : Coral SubMassive
Ø  DC                                    : Dead Coral
Ø  DCA                     : Dead Coral with Algae
Ø  SC                         : Soft Coral
Sedangkan tipe substratnya adalah S : Sand

                     Masing – masing life form karang tersebut mempunyai prosentase penutupan yang berbeda – beda. Dengan melihat prosentase penutupan karang yang berbeda tersebut dapat diketahui bahwa kondisi ekosistem di Perairan Ujung Piring  termasuk kategori yang cenderung baik dan lengkap karena adanya beberapa Acropora yang mendiami perairan ujung piring tersebut.
                     Kondisi perairan di Perairan ujung piring yang tingkat kekeruhannya rendah menyebabkan sinar matahari mudah menembus kolom air sehingga memadai bagi zooxanthella untuk melakukan fotosintesis yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang. Selain itu, kadar salinitas yang stabil juga menyebabkan pertumbuhan terumbu karang  baik, karena salinitas yang dibutuhkan bagi pertumbuhan terumbu karang adalah  tetap diatas  tetapi dibawah . Faktor lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang adalah kecepatan sedimentasi, semakin tinggi kecepatan sedimentasi maka semakin rendah pertumbuhan terumbu karang sebab permukaan terumbu karang dimana terdapat zooxanthella akan tertutupi oleh sedimen sehingga tidak dapat berfotosintesis dan sebaliknya.
Tingkat salinitas yang baik di perairan ujung piring menyebabkan pertumbuhan terumbu karang cukup baik.  Pertumbuhan terumbu karang juga dipengaruhi oleh  substrat terutama substrat  keras. Substrat yang terdapat disekitar terumbu karang di perairan ujung piring yaitu Sand ( pasir ).



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1    KESIMPULAN
Karang
Ø  Ekosistem terumbu  karang yang ditemukan di Perairan Ujung Piring sekitar 85 %  adalah hidup.
Ø  Biota yang ditemukan dalam ekosistem terumbu karang yang ditemukan hanya sedikit.
Ø  Gastropoda yang ditemukan adalah 1 spesies dalam koordinat yang sama.


Saran
Ø  Praktikum  disarankan untuk kedepan agar peralatan yang memadai sehingga hasilnya sesuai yang diharapkan praktikum.
Ø  Asistennya ditambah sehingga praktikan tidak terlalu menunggu lama apabila ada keperluan tentang praktikum.
Ø  Diharapkan kepada semua mahasiswa ( praktikan ) agar benar – benar serius, dan memperhatikan prosedur praktikum yang telah dibuat, agar praktukum dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang diinginkan.
Ø  Para Praktikan hendaknya memperhatikan penjelasan asisten pada pelaksanaan praktikum dan tidak lalai sendiri.








DAFTAR PUSTAKA

Endrawati, Hadi.2000.Biologi Laut ( Botani Laut ) Klasifikasi Dan Ciri Lamun.   Semarang; Universitas Diponegoro Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Nantji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta ; Djambatan.
Nybakken,J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Jakarta ; Gramedia.
Philips,C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith  Sonian. Institutions Press. WashingtonD.C.
Romimohtarto,K. dan S, Juwana. 1999.Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta ; Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta.

http://kepulauanseribu.multiply.com
http://www.coremap-pangkep.or.id
http://www.iptek.net.id
http://www.pikiran-rakyat.com
http://www.sinarharapan.co.id
http://www.tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar