Mesteri Laut yang belum terkuat dan mengesankan

Sabtu, 23 April 2011

BIOREMEDIASI PEPTISIDA ORGANOKLORIN “DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana)’


BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang


            Ditinjau dari struktur kimia, pestisida sangat bervariasi. Insektisida terdiri dari empat golongan utama yaitu golongan organoklorin, organofosfat, karbamat dan peretroid.  Pestisida merupakan bahan kimia yang umum digunakan pada aktivitas pertanian untuk mengendalikan hama/serangga pengganggu tanaman. Penggunaan pestisida di Indonesia meningkat sangat cepat karena adanya ekspansi daerah pertanian untuk tanaman pangan dan sayuran. Salah satu jenis insektisida yang umum digunakan di Indonesia adalah golongan organoklorin (Tarumingkeng, 1992).
            Organoklorin merupakan jenis insektisida yang umum digunakan di Indonesia sejak awal tahun 1950 untuk mengendalikan hama/serangga pada pertanian. Sejak akhir 1990, semua jenis insektisida organoklorin sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena sifatnya yang toksik, bioakumulatif, dan persisten di lingkungan. Namun karena harganya yang murah, mudah digunakan, dan efektif membasmi hama, beberapa jenis insektisida organoklorin masih digunakan di Indonesia.  BUTTLER (1966) melaporkan bahwa DDT dalam 10 hari dapat mencapai kadar sebesar 25.000 kali lebih tinggi dalam tubuh biota dibandingkan kadarnya dalamair laut. Selainitupembesaran secarabiologi ini juga tergantung dari temperatur. lamanya waktu pemaparan dalam tubuh organisme, pembesaran secara biologi ini dapat mencapai 70.000 kali lebih besar.
            Organoklorin dikelompokkan menjadi 3, yaitu : diklorodifenil etan (contoh : DDT, DDD, portan, metosiklor, dan metioklor), siklodin (contoh : aldrin, dieldrin, heptaklor, klordan, dan endosulfan), dan sikloheksan benzene terklorinasi (contoh : HCB, HCH, dan lindan). Organoklorin merupakan pencemar utama dalam golongan Persistent Organic Pollutant yang sedang dipermasalahkan di dunia akibat sifatnya yang toksik kronis, persisten dan bioakumulatif (Zhou et al., 2006). Dalam jangka waktu 40 tahun, organoklorin masih ditemukan di lingkungan dan biota, dan terdistribusi secara global bahkan ke daerah terpencil di mana organoklorin tidak pernah digunakan (Sudaryanto et al., 2007). Sejak akhir 1990, semua jenis insektisida organoklorin sudah dilarang penggunaannya di Indonesia. Namun karena harganya yang murah, mudah digunakan, dan efektif membasmi hama, maka beberapa jenis organoklorin seperti DDT masih digunakan di Indonesia, selain karena kurangnya ketegasan peraturan dan hukum yang berlaku (Sudaryanto et al., 2007).
            Pestisida dan produk metabolismenya menjadi ancamam bagi  lingkungan karena karakteristik ketetaptinggalan yang tinggi (persistent) dan kesehatan manusia terkait toksisitas, keterakumulasian (bioaccumulation) dan peningkatan konsentrasi seiring kenaikan tingkatan rantai makanan (biomagnifications).


Perumusan Masalah
Secara teknis perkembangan bioremediasi pestisida juga terkendala dengan kurang efektifnya agent biologis mendegradasi pestisida sebagai akibat dari ketersediaan biologis (bioavaibility) pestisida didalam tanah terbatas sehingga membatasi keberhasilan mikroba melakukan kontak dan mengurai pestisida target. Guna memperbaiki performa bioremediasi pestisida, keberhasilan proses yang berlangsung dapat tergantung pada :
  1. ketersediaan mikroorganisme agen bioremediasi,
  2. kondisi optimal bagi pertumbuhan dan aktifitas agen mikroba.dan
  3. Peningkatan bioavaibilitas pestisida di tanah.
Jenis jenis mikroorganisme yang sudah banyak diidentifikasi sebagai agent bioremediasi pestisida adalah Phanerochaete, Nocardia, Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, dan Burkholderia. Dalam riset riset bioremediasi pestisida Phanerochaete chrysosporium dikenal mampu mendegradasi ragam pestisida seperti DDT, DDE, PCP, Chlordane, Lindane, Aldrine, Dieldrine dan lain sebagainya.





BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Definisi Pencemaran Laut   
            Belakangan kita sering membaca kejadian pencemaran laut. Berbagai pihak mengeluhkan salah satu ancaman terhadap lingkungan ini. Beberapa menyalahkan industri besar yang kurang peduli, lainnya menyebutkan hanya kesalahan prosedur, lainnya beranggapan semua punya potensi untuk mencemari laut. Berikut lebih jauh dibahas tentang seluk beluk pencemaran laut.
            Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Kemudian ada definisi pencemaran yaitu, Pencemaran atau polusi didefenisikan sebagai masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan laut baik langsung maupun tidak langsung akibat adanya kegiatan manusia. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut, terutama kehidupan di laut, kesehatan manusia, mengganggu aktivitas di laut (usaha penangkapan, budidaya, jalur pelayaran, dan sebagainya), dan secara visual mereduksi keindahan laut (GESAMP dalam Sanusi, 1995).

Pencemaran Organoklorin di Laut
Pestisida Organoklorin atau biasa disebut juga sebagai hidrokarbon berklorin, merupakan jenis pestisida yang tidak mudah larut dalam air, namun mudah larut dalam minyak. Pestisida organoklorin merupakan jenis pestisida yang tidak mudah terurai di alam setelah digunakan, penggunaan pestisida organoklorin telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1971 karena sifatnya yang persisten sehingga akan dapat menimbulkan dampak negative yang besar tehadap lingkungan dan mahluk hidup sekitarnya.

Contoh pestisida organoklorin yang sering digunakan dalam kehidupan;
                        • Aldrin          
                        • Dieldrin dicofol       
                        • Endosulfan  
                        • Endrin chlordane     
                        • DDT            
                        • Heptaklor     
                        • Lindane       
                        • Benzane hexacloride (BHC)           
Contoh di atas dapat digolongkan sebagai senyawa aktif yang terkandung pada jenis-jenis pestisida organoklorin dengan toksisitas yang berbeda. Sedangkan sifat umumnya adalah kelarutan rendah dalam air, lipofilitas tinggi, persisten dalam lingkungan alamiah, terbioakumulasi dalam makhluk hidup dan terbiomagnifikasi melalui rantai makanan.

Bahan Pencemar Senyawa Organoklorin Jenis DDT
            DDT (1,1,1- Tricloro-2,2-bis(clhorophenil)etane) merupakan insektisida sintetis khususnya dibidang pertanian. Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di alam, maka senyawa ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya sebagai obat untuk nyamuk malaria diberbagai negara. DDT dapat mencapai ekosistem pesisir laut melalai berbagai rute seperti penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara tidak langsung melalui proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah mengendap di tanah, tanaman dan permukaan air, (Preston 1989). Disamping itu sifat - sifat fisika dan kimia seperti daya larut yang rendah dalam air menyebabkan senyawa DDT mudah terikat dalam sedimen dasar dan terakumulasi dalam jaringan organisme.     
            Transportasi materi merupakan faktor penting keberadaan DDT di lingkungan laut dan hampir sebagian besar terdeposisi dan menghasilkan variabilitas konsentrasi DDT dan derivativennya di sediment, (Ouyang et al 2003;Hartwell, 2008). berbagai sirkulasi air seperti aliran sungai dan arus pasang surut dapat mempengaruhi sebaran deposit yang dapat ditujukan oleh berbagai variasi komposisi ukuran sediment. Hal ini di sebabkan oleh fraksi halus sedimen umumnya memiliki residen time yang relatif lama di bandingkan dengan fraksi kasar seperti pasir. Dengan demikian fraksi halus merupakan komponen yang sangat penting dalam deposit DDT di perairan laut.
Teluk Jakarta merupakan teluk yang mengalir sebanyak 13 muara sungai dari wilayah urban yang sangat padat dan banyak terdapat aktivitas pertanian pada wilayah hulu. Dari hasil penelitian DDT, DDD, dan DDE telah teridentifikasi di berbagai wilayah di teluk Jakarta (Razak, 1991). Hal ini memberikan sesuatu indikasi bahwa residu DDT masih ada yang mungkin pernah dimanfaatkan. Keberadaan DDT sangat umum di temukan di lingkungan perairan termasuk sedimen. Seperti keberadaan DDT dan DDE di sedimen pesisir muara Citarum jelas mengidentifikasikan perubahan DDT pada masa diagenesa awal. Secara keseluruhan informasi diatas memberikan indikasi bahwa konsentrasi DDE lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung dalam kondisi aerobik.          
            Toksisitas (daya racun) DDT pada insektisida tergantung pada kemarnpuan penetrasi (menembusrke dalam membran lipid (lemak) (Martin, 1983: 130-132); semakin lipofil suatu senyawa, semakin mudah menembus membran lipid. Lipofilisitas dapat diketabui dengan menghitung harga koefisien partisi (Log P) dengan tetapan hidrofobik Rekker (f-Rekker) (Rekker, 1977 : 48, 112), yaitu dengan jalan menjumlahkanharga f-Rekker dari fragmen-fragmenstruktur kimia senyawa tersebut Beberapa turunan DDT yang bila dihitung harga Log P nya dengan tetapan hidrofobik Rekker diperoleh harga yang lebih rendah dari Log P DDT, terlihat bahwa harga LD50 nya (Lethal Dose 50 %) lebih tinggi (Kirk-Othmer, 1970 : 693), artinya dosis yang dapat menyebabkan kematian sebanyak 50 % dari jumlah binatang percobaan lebih tinggi, dengan demikian toks~sitasnyaberkurang. Haller ill (1945 : 1591-1602) mempublikasikan hasil pcnelitiannya tentang komposisi DDT teknis (garnbar 1) antara lain: para. para'-DDT (p,p'-DDT), ortho, para'-DDT (o,p'-DDT), para, para'-DDD (p,p'-DDD), ortho, para'-DDD (o,p'-DDD) yang beberapa diantaranya sebagai insektisida dan yang paling toksin adalah p,p'-DDT yang dikenal sebagai DDT. Tahun-tabun berikutnya timbul pertanyaan bagaimana efeknya terhadap manusia. Kemudian percobaan binatang mulai dikerjakan untuk mendapatkan data mengenai senyawa-senyawa hasil modifikasi struktur kimia DDT (turunan DDT) yang dapat berefek pada manusia. Hasil penelitian Klein ill (1965 : 2520-2522) dengan menggunakan tikus, dapat disimpulkan bahwa hanya p,p'-DDT yang dijumpai dalam hati, sedang o,p'-DDT dalarn jumlah relatif sangat kecil dibanding p,p'-DDT yang terdapat dalam lemak abdominal (perot). Sejak saat itu orang mempertanyakan kemungkinan DDTbersifat karsinogenik (penyebab kanker).
Modiflkasi struktur kimia yang dilakukan adalah mengganti gugus-gugus CI (klorida) dengan gugus-gugus lain sehingga lipof1lisitasnyaberkurang, dengan demikian apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mudah dikeluarkan (di ekskresikan), misalnya melalui urine dan juga diharapkan senyawa ini mudah di metabolisme menjadi senyawa yang tidak toksis, untuk selanjutnyadi ekskresikan. Telah disintesis beberapa turunan DDT dengan mengganti gugus CI yang ada pada kedudukan X,Y,Rl,R2 dan R3 dengan CH3 (metal) Terlihat ada hubungan antara modifikasi struktur kimia dengan toksisitasnya,baik dengan dosis tunggal maupun dengan piperonilbutoksida (P.B) (Coats dkk, 1977 : 862). Semakin banyak gugus CI yang diganti dengan CH3,maka semakin besar harga LD50 nya yang berarti toksisitasnya berkurang. Efek turunan DDT pada insektisida diteliti pula oleh Kirk-Othmer (1970 :
693). Gugus-gugus yang diganti adalah yang terletak pada kedudukan X, Y dan Z


Penanggulangan Senyawa – Senyawa Organoklorin       
Pemanfaatan limbah padat hasil olahan rumput laut dapat juga diarahkan guna pengendalian pencemaran dengan memanfaatakannya sebagai salah satu komponen pendukung bioremediasi lingkungan terutama untuk lahan pertanian yang terkontaminasi pestisida. Tentunya, selain limbah hasil olahan rumput laut dari spesies-spesies ekonomis, guna kepentingan bioremediasi jenis rumput laut lain dari jenis jenis yang kurang termanfaatkan dan kurang bernilai ekonomis seperti Calothria, Macrosystis, Oscillatoria dll dapat dijadikan bahan tersebut.

Bioremediasi Lingkungan Tercemar Pestisida      
Dalam pengelolaannya, ketika pencemaran pestisida sudah terlanjur terjadi, alternatif pengolahan tanah terkontaminasi pestisida dapat dilakukan dengan pendekatan biologis (bioremediasi). Secara teknis perkembangan bioremediasi pestisida juga terkendala dengan kurang efektifnya agent biologis mendegradasi pestisida sebagai akibat dari ketersediaan biologis (bioavaibility) pestisida didalam tanah terbatas sehingga membatasi keberhasilan mikroba melakukan kontak dan mengurai pestisida target. Guna memperbaiki performa bioremediasi pestisida, keberhasilan proses yang berlangsung dapat tergantung pada :
a)      ketersediaan mikroorganisme agen bioremediasi,
b)      kondisi optimal bagi pertumbuhan dan aktifitas agen mikroba.
c)      Peningkatan bioavaibilitas pestisida di tanah.           

Mikroorganisme Agent        
Jenis jenis mikroorganisme lain yang sudah banyak diidentifikasi sebagai agent bioremediasi pestisida adalah Phanerochaete, Nocardia, Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, dan Burkholderia. Dalam riset riset bioremediasi pestisida Phanerochaete chrysosporium dikenal mampu mendegradasi ragam pestisida seperti DDT, DDE, PCB, Chlordane, Lindane, Aldrine, Dieldrine dan lain sebagainya. Kendatipun tidak selalu ditemui disetiap jenis tanah dan tempat (kayu atau pohon yang lembab), keberadaannya Phanerochaete chrysosporium telah banyak dilaporkan oleh peneliti mikrobiologi Indonesia.       

Peningkatan Ketersediaan Biologis Pestisida di Tanah.   
Peran rumput laut dan/atau limbah hasil olahan rumput laut dalam kajian bioremediasi pestisida adalah sebagai penyumbang ion Na+ yang ditenggarai dapat meningkatkan dispersi tanah, kedua adanya senyawa senyawa organik terlarut pada rumput laut dapat meningkatkan kelarutan dari pestisida sehingga lebih dapat terakses oleh agent mikroba dan terakhir adanya kandungan asam alginit dan manitol yang dapat berperan sebagai agen pengikat (chelating) serta penggembur tanah. Penambahan rumput laut ataupun limbah rumput laut dalam proses bioremediasi tanah terkontaminasi pestisida dapat merubah sifat dari tanah. Rumput Laut dapat membantu penurunan konsentrasi pestisida (e.g. DDT) melalui mekanisme pelepasan ion ion anorganik seperti Na+, Ca+, Mg+, dan K+ dan material organik terlarut yang keluar dari ekstrak rumput laut (Kantachote et al., 2004).
Pestisida biasanya terikat dengan ikatan ikatan kimia dengan senyawa humus (humic substances) terlarut sehingga bioavaibilitasnya menjadi rendah. Lebih lanjut, peningkatan kation (ion ion bermuatan positif, +) anorganik dapat menyebabkan peningkatan ikatan ion ion pada tanah yang menyebabkan cross-linking material material humus dengan pestisida tergantikan oleh kation kation tadi setelah didahului dengan kondensasi humus. Hal tersebut dapat meningkatkan ketersediaan DDT secara biologis dalam tanah untuk dapat termanfaatkan atau paling tidak terlibatkan didalam suatu reaksi dimana agen biologis mikroorganisme aktif.
Rumpu laut, terutama Alga Hijau memiliki kandungan karbohidrat dan manitol yang tinggi (chelating agents) yang akan dapat terikat dengan ion-ion anorganik pada tanah. Pengkelatan ini akan menggangu interaksi organo-mineral didalam tanah terkontaminasi. Peningkatan degradasi pestisida dapat terjadi secara aerobik (adanya oksigen) dan anerobik (tidak adanya oksigen). Rumput laut kaya akan karbohidrat yang dapat menguntungkan pertumbuhan bakteri anaerobik untuk dapat melangsungkan reaksi dechlorinasi guna menghilangkan unsur klor pada pestisida. Rumput laut juga memiliki kandungan vitamin B12 yang dapat mendukung deklorinasi tersebut secara anaerobik.


BAB III. METODE

Metode yang digunakan untuk mendegradasi dari pencemaran yang diakibatkan oleh peptisida organoklorin DDT yaitu dengan menggunakan biotranformasi biodegradasi yang meliputi :
a)      Seeding
Mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)     
b)      Feeding
 memodifikasi lingkungan dengan           penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Pada pendegradasi pencemaran pada peptisida DDT dapat dilakukan dengan teknik bioremediasi :
  1. Bioremediasi yang direkayasa
Bioremediasi yang berlangsungdengan adanya suatu rekayasa dari suatu keadaan sekitar
  1. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi intrinsik adalah bioremediasi yang berlangsung dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia karena kondisi lingkungan menunjang (nutrien tersedia) danmikroba yang berperanan dalam jumlah yang mencukupi (Anas, 1997).
            Biostimulasi Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
            Bioaugmentasi Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.


BAB IV. PEMBAHASAN

            Lingkungan yang sudah tercemar oleh DDTakan sangat sulit dibersihkan, sebab sifat DDT sangat lipofil dan sangat stabil sehingga sukar diuraikan. Oleh karena itu diupayakan untuk mensintesa senyawa turunan yang mirip DDT, yaiui dengan jalan modif1kasistruktur. dengan harapan senyawa ini masih mempunyai aktivitas sebagai insektisida tetapi kurang lipofil sehingga diharapkan akan mudah terurai.
Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
(i) seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)
(ii) feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Dalam penanganan pencemran dari peptisida organoklorin pada DDT dapat juga dialkuakan dengan bioremediasi intrinsik dan bioremediasi yang direkayasa. Yang semunya menggunakan dari jasa organisme yang memeilki karakteristik mampu mendegradasi dari peptisida yang terkait.

BAB V. KESIMPULAN

Pada proses pendegradasi suatu polutan dengan memilki jenis karakteristik dari polutan sukar didegradasi maka harus melakukan pengujian eksperimental terhadap kondisi yang tercemar dengan untuk mengetahui jenis bakteri maupun mikroorganisme yang mampu mendegradasi suatu polutan tersebut. Didalam proses bioremediasi suatu daerah yang tercemar oleh DDT maka dialkukan dengan bioremediasi secara intrinsic maupun secara rekayasa dengan menggunakan jasa suatu organisme yang mampu mendegradasi suatu peptisida tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Coats, Joel., et aI, 1977, Effective DDT Analogues with Altered Aliphatic Moites             Isobutanes and Chloropropanes., l. Agric Food Chem,vol. 26, No.4.
HaIler, et aI., 1945. The Chemical Composition of Technical DDT, J Am Chem., vol.         67.
MUNAWIR, K. 1997. Kadar pestisida organoklorin di perairan Muara Sungai Kuala
            Tungkal. Janhi. Dalam : D.P. PRASENO, W.S. ATMADJA, I. SUPANGAT,
            RWITNO & B. S. SUDIBYO (eds.) Inventarisasi dun Evaluasi Potensi
            Laut-Pesisir II. Geologi. Kinzia. Biologi dun Ekologi. Pusat Penelitian dan
            Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 31-37.
Murty, A.S. 1985. Toxicity of Pesticides to Fish Volume I. Boca Raton, Florida : CRC Press, Inc.
Komisi Pestisida. 2006. Panduan Analisis Residu Pestisida pada Bahan Pertanian.             Komisi Pestisida. Deptan.
RAZAK, H. dan K. MUNAWR 1994. Kadar pestisida organoklorin di perairan     Teluk Jakarta. Dalam: H. P. HUTAGALUNG D. SETIAPERMANA & SULISTYO (eds.) Makalah Penunjang Seminar Pemantauan Pencemaran    Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu         Pengetahuan Indonesia:37-48.

1 komentar:

  1. Play'n Go Casino & Hotel Map | Mapyro
    Find the closest casinos to Play'n Go 광양 출장안마 in real time. 광명 출장샵 Address: 보령 출장마사지 4000 인천광역 출장샵 Highway 제주도 출장마사지 50, Cabaret Rd Cabaret, Cabaret, CA 92082, United States Hotel Map, Map

    BalasHapus